Selamat Mengerjakan Ibadat Puasa Kepada Umat Islam

Bismillahirrahmanirrahim,
Madrasah Ramadhan bertandang lagi..tapi kita di mana ??? Kita tetamu yang tak diundang.. mengharapkan layanan tuan rumah tetapi kita tidak beradab dengan tuan rumah... adakah itu budaya kita sebagai seorang muslim???Fikir-fikirkanlah dan renungkanlah sejenak sahabat sahabiah sekalian,bagaimana bulan Ramadhan mengajar kita erti kesabaran dan pengorbanan serta yang paling penting,menuntut kita untuk mencari keredhaan dariNya.Madrasah Ramadhan juga menuntut kita melaksanakan amal ibadat kepada Allah sebanyak mungkin dan bukanlah terhenti setakat bulan Ramadhan sahaja,akan tetapi istiqamah sampailah nyawa kita dicabut daripada jasad.Madrasah Ramadhan juga memberi kesan kepada sesiapa yang benar-benar mengharapkan keampunanNya dan mencari keredhaan dari Yang Maha Kuasa.Sama-samalah kita muhasabah diri kita di bulan ini dan bulan-bulan seterusnya,mudah-muahan kita mendapat kebaikan daripada apa yang kita usahakan......wallahuaklamubissowab.........

Sejarah Islam Di Negeri Tirai Bambu Cina

Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina," begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.

Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom' - julukan Cina. HISTORY OF ISLAM IN CAHINA

Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar' dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.

Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.

Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah.


The Great Mosque of Xi'an, one of China's oldest mosques

Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW). Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain; Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M - 618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa'ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa'ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M - kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa'ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys' Mazars.

Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton - masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.


Id Khar Mosque

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.

Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias 'So-Fei Er'. Dia bergelar `bapak' komunitas Muslim di Cina.

Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.

Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho - seorang pelaut Muslim andal.

Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.

Masa Surut Islam di Daratan Cina


The Niujie Mosque in Beijing

Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.

Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima - menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma.

Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.

Tokoh Muslim Terkemuka dari Tiongkok
Dominasi peran Muslim dalam lingkaran kekuasaan dinasti-dinasti Cina pada abad pertengahan telah melahirkan sejumlah tokoh Muslim terkemuka. Mereka adalah:

Pelaut dan Penjelajah
* Cheng Ho atau Zheng He: Laksamana Laut Cina yang menjelajahi dua benua dalam tujuh kali ekspedisi.
* Fei Xin: Penerjemah andalan Cheng Ho.
* Ma Huan: Seorang pengikut Ceng Ho.

Militer
* Jenderal pendiri Dinasti Ming: Chang Yuchun, Hu Dahai, Lan Yu, Mu Ying.
* Pemimpin pemberontakan Panthay: Du Wenxiu, Ma Hualong.
* Kelompok tentara Ma selama era Republik Cina: Ma Bufang, Ma Chung-ying, Ma Fuxiang, Ma Hongkui, Ma Hongbin, Ma Lin, Ma Qi, Ma Hun-shan Bai Chongxi.

Sarjana dan Penulis
* Bai Shouyi, sejarawan.
* Tohti Tunyaz, sejarawan.
* Yusuf Ma Dexin, penerjemah Alquran pertama ke dalam bahasa Cina.
* Muhammad Ma Jian, penulis dan peberjemah Alquran terkemuka.
* Liu Zhi, penulis di era Dinasti Qing.
* Wang Daiyu, ahli astronomi pada era Dinasti Ming.
* Zhang Chengzhi, penulis kontemporer.

Politik
* Hui Liangyu, Wakil Perdana Menteri Urusan Pertanian RRC
* Huseyincan Celil, Imam Uyghur yang dipenjara di Cina
* Xabib Yunic, Menteri Pendidikan Second East Turkistan Republic
* Muhammad Amin Bughra, Wakil Ketua Second East Turkistan Republic

Lainnya
* Noor Deen Mi Guangjiang, ahli kaligrafi.
* Ma Xianda, ahli beladiri.
* Ma Menta, pengurus Federasi Wushu Tongbei Rusia.

Hasan Al-Hudhaibi Penerus Perjuangan Hasan Al-Banna (Bahagian 1)

Lewat petang 12 Februari 1949, ditepi jalanraya kota Kaherah, Imam Hasan Al-Banna ditembak dan terus rebah. Beliau kemudiannya dibawa ke hospital dan kematiannya di hospital adalah satu misteri ngeri gugurnya seorang syahid.

Acara pengurusan jenazah hanya dikendalikan oleh ahli keluarganya yang terdekat. Pemimpin-pemimpin dan ahli-ahli Ikhwan tidak dapat bersama kerana perintah berkurung telah diisytiharkan oleh pemerintah.

Jenazah Hasan Al-Banna dibawa ke tanah perkuburan dengan dikawal rapi oleh kereta kebal dan kereta perisai tentera. Orang ramai dihalang daripada mengiringi jenazahnya.

Raja Farouk bersembunyi di istananya. Beliau tidak keluar ke masjid untuk menunaikan solat berjamaah dengan orang ramai seperti yang biasa dilakukannya.

Pemerintah Mesir di bawah perdana menteri, Ibrahim Abdul Hadi, merancang dan terus bertindak menjalankan gelombang baru penangkapan beramai-ramai anggota-anggota Ikhwan. Berbagai bukti diada-adakan untuk terus menuduh Ikhwan merancang untuk membunuh perdana menteri Mesir dan mahu mencetuskan revolusi.

Enam bulan penuh berikutan kematian Hasan Al-Banna, Mesir dicengkam dengan tindakan kuku besi pemerintah yang menangkap anggota-anggota Ikhwan. Dianggarkan lebih 4,000 anggota Ikhwan merengkok dan diseksa di penjara-penjara Tur, ‘Uyun Musa dan Huckstep, iaitu sebuah berek lama tentera Amerika.

Seluruh Mesir berada dalam perintah darurat. Mahkamah tentera diwujudkan dengan barisan hakim dan pendakwa yang dipilih khas. Drama dan sandiwara dimainkan dalam perbicaraan dengan motif utamanya mahu mengaitkan Ikhwan dengan percubaan membunuh perdana menteri sebelumnya.

Dalam kemelut inilah Ikhwan Muslimin perlu menyelesaikan masalah dalamannya yang paling utama, iaitu persoalan pengganti Hasan Al-Banna.

Selepas syahidnya Al-Banna, secara tabii tugas Mursyidul Am dipangku oleh timbalannya sejak tahun 1947, iaitu Syeikh Saleh ‘Ashmawi. Dalam keadaan pergerakan yang terbatas, kerahsiaan serta ramai anggota lain merengkok dalam penjara, ramai anggota Ikhwan beranggapan bahawa Syeikh Saleh ‘Ashmawi adalah orang yang seharusnya menerajui Ikhwan selepas itu.

Namun, Salih ‘Ashmawi sejak menjadi timbalan Hasan Al-Banna lagi sudah pun dikaitkan dengan tanzim as-sirri. Tanzim ini dituduh oleh pemerintah sebagai badan yang mencetuskan keganasan di Mesir.

Selain itu, nama-nama lain yang disebut sebagai calon bagi menggantikan Hasan Al-Banna adalah saudaranya sendiri, iaitu Abdul Rahman Al-Banna dan juga setiausaha agung Ikhwan, iaitu Abdul Hakim Abidin. Seorang anggota kanan Maktab Al-Irsyad, Syeikh Hasan Al-Baquri yang bersama-sama Syeikh Hasan ‘Ashmawi menggerakkan Ikhwan sepanjang era tribulasi awal setelah kematian Hasan Al-Banna juga dicalonkan sebagai pengganti.

Pada ketika itu juga seorang pendatang baru dalam Ikhwan pada penghujung hayat Hasan Al-Banna, iaitu Munir Al-Dilla memainkan peranan yang besar dalam gerakan Ikhwan yang memang terbatas pergerakannya itu. Munir Al-Dilla adalah seorang hartawan yang menyertai Ikhwan pada tahun 1947. Beliau telah membuktikan pengorbanannya yang tidak berbelah bagi dengan menginfaqkan sebahagian besar harta bendanya di jalan perjuangan Ikhwan Muslimin.

Dalam persoalan pengganti bagi Hasan Al-Banna, Munir Al-Dilla telah memainkan peranan yang besar. Dalam satu mesyuarat yang diadakan di rumahnya, nama Hasan Al-Hudhaibi sebagai seorang lagi calon bagi menggantikan Hasan Al-Banna. Bermula daripada situlah proses musyawarah pun dijalankan dalam keadaan pergerakan anggota-anggota Ikhwan yang begitu terbatas.

Syeikh Hasan ‘Ashmawi, Abdul Rahman Al-Banna, Abdul Hakim Abidin dan Syeikh Hasan Al-Baquri adalah tokoh-tokoh besar Ikhwan Muslimin pada masa itu. Proses musyawarah tidak dapat dijalankan hingga mampu mencakupi pendapat dan pandangan seluas mungkin anggota yang ada di dalam dan di luar penjara. Oleh itu ramai yang beranggapan bahawa membuat pilihan yang silap bagi jawatan Mursyidul Am boleh menimbulkan perpecahan dalam saff Ikhwan Muslimin.

Berdasarkan pandangan seumpama inilah ramai yang berpandangan bahawa tempat Hasan Al-Banna hendaklah digantikan buat sementara waktu dengan seorang muka baru!. Mereka berpendapat, setelah keadaan beransur pulih, barulah seorang Mursyidul Am yang sebenarnya boleh dipilih.

Untuk itu Hasan Hudhaibi adalah calon terbaik memandangkan kedudukannya yang dihormati pada kaca mata masyarakat Mesir. Hasan Al-Hudhaibi adalah seorang hakim dengan lebih dari 20 tahun pengalaman di pelbagai mahkamah seluruh Mesir. Dengan itu, perlantikannya akan menampilkan imej yang amat positif kepada Ikhwan Muslimin di kalangan orang ramai.

Hujah waqi’ lain yang digunakan juga adalah kerana pada masa itu anggota-anggota Ikhwan Muslimin ramai yang merengkok dalam penjara dan ada yang sedang dan bakal dihadapkan ke mahkamah tentera, maka dengan perlantikan Hasan Al-Hudhaibi sebagai seorang hakim yang terhormat adalah ianya diharapkan dapat mententeramkan pihak kehakiman dan pendakwaan.

Ramai juga anggota yang berharap bahawa Ikhwan Muslimin yang telah diharamkan oleh pemerintah dibenarkan kembali bergerak seperti sebelumnya. Berdasarkan harapan ini, maka mereka yang menyokong perlantikan Hasan Al-Hudhaibi berharap sebagai hakim yang dihormati dan sebagai muka baru dalam gerakan Ikhwan Muslimin, proses pendaftaran semula ini dapat direalisasikan segera.

Syeikh Soleh ‘Ashmawi sendiri menyokong pandangan ini dengan katanya: “Adalah mustahak agar nama-nama anggota kita yang telah dimomok-momokkan oleh pemerintah sebagai pengganas yang menjadikan jamaah kita ditakuti oleh orang ramai ditiadakan buat sementara waktu daripada senarai calon Mursyidul Am”.

Setelah Hasan Al-Hudhaibi dibai’ah sebagai Mursyidul Am, memandangkan keadaan yang begitu diancam oleh pemerintah di atas tekanan Amerika dan negara-negara Barat, beliau menjalankan tugasnya selama enam bulan secara rahsia dan bergerak secara bawah tanah. Ketika itu beliau masih belum melepaskan jawatannya sebagai hakim mahkamah.

Setelah berlaku pertukaran kerajaan, di bawah perdana menteri Nahhas Pasha, Ikhwan Muslimin diberikan izin semula untuk bergerak secara terbuka. Imej Hasan Al-Hudhaibi yang positif telah banyak membantu dalam era peralihan ini. Pada masa yang sama timbalannya juga adalah seorang pengamal undang-undang yang amat dihormati di seluruh Mesir. Beliau adalah Syeikh Abdul Qadir ‘Awdah.

Gandingan Hasan Al-Hudhaibi dan Syeikh Abdul Qadir ‘Awdah telah membantu menempatkan semula Ikhwan diterima secepat mungkin oleh masyarakat Mesir.

Apabila peluang untuk Ikhwan bergerak secara terbuka wujud semula, Hasan Al-Hudhaibi pun turun ke seluruh wilayah untuk bertemu dengan anggota-anggota Ikhwan. Beliau tidak bertemu mereka sebagai Mursyidul Am, sebaliknya beliau bertemu anggota-anggota meminta mereka memilih Mursyidul Am yang lain.

Menurutnya, beliau telah dilantik oleh sekumpulan anggota dalam keadaan darurat. Oleh kerana keadaan darurat telah tiada, maka adalah menjadi hak semua anggota Ikhwan Muslimin untuk memilih Mursyidul Am menurut prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Lagipun, syarat untuk dipilih menjadi Mursyidul Am pada ketika itu hendaklah ianya seorang yang telah dipilih untuk menjadi anggota Majlis Syura dengan memperolehi tidak kurang daripada tiga perempat dari jumlah undi keseluruhan. Hasan Al-Hudhaibi tidak memenuhi syarat tersebut!.

Permintaan Hasan Al-Hudhaibi tidak diterima. Sebaliknya, delegasi demi delegasi datang ke Kaherah untuk mengesahkan serta membai’ahnya sebagai Mursyidul Am Ikhwan Muslimin yang kedua.


Hassan al Banna

Hassan al Banna (14 Oktober 1906 - 12 Februari, 1949, Arab:حسن البنا) merupakan reformis sosial dan politik Mesir yang terkenal sebagai pengasas gerakan Jamiat al-Ikhwan al-Muslimun.

Hassan al Banna dilahirkan pada Oktober 1906 di desa al-Mahmudiyyah di daerah al-Bahriyyah, Iskandariah, Mesir (barat laut Kaherah). Beliau berasal dari sebuah perkampungan petani yang terkenal kuat mentaati ajaran dan nilai-nilai Islam, serta keluarga ulama yang dihormati.

Bapanya, Syeikh Ahmad bin Abdul Rahman al-Banna, merupakan seorang seorang ulama, imam, guru dan seorang pengarang terkenal, lulusan Universiti Al-Azhar, yang menulis dan menyumbang menulis kitab-kitab hadis dan fiqh perundangan Islam dan juga memiliki kedai membaiki jam dan menjual gramophone. Syeikh Ahmad bin Abdul Rahman al-Banna turut mengkaji, menyelidik dan mengajar ilmu-ilmu agama seperti tafsir al-Qur'an dan hadis kepada penduduk tempatan, dan dia banyak dipengaruhi oleh fikrah serta cita-cita perjuangan Syeikh Muhammad Abduh dan Sayyid Jamaluddin al-Afghani.

Sungguhpun Syeikh Ahmad al-Banna dan isterinya memiliki sedikit harta, mereka bukannya orang yang kaya dan bertungkus lumus untuk mencari nafkah, terutama selepas berpindah ke Kaherah pada 1924; sebagaimana yang lain, mereka mendapati bahawa pendidikan Islam dan kealiman seseorang tidak lagi dihargai di ibu negara itu, dan hasilkerja tangan mereka tidak mampu menyaingi industri besar-besaran.. (Mitchell 1969, 1; Lia 1998, 22-24)

Ketika Hassan al-Banna berusia dua belas tahun, beliau menjadi pemimpin badan Latihan Akhlak dan Jemaah al-Suluka al-Akhlaqi yang dikelolakan oleh gurunya di sekolah. Pada peringkat ini beliau telah menghadiri majlis-majlis zikir yang diadakan oleh sebuah pertubuhan sufi, al-Ikhwan al-Hasafiyyah, dan menjadi ahli penuh pada tahun 1922. (Mitchell 1969, 2; Lia 25-26). Melalui pertubuhan ini beliau berkenalan dengan Ahmad al-Sakri yang kemudian memainkan peranan penting dalam penubuhan Ikhwan Muslimin.

Ketika berusia tiga belas tahun, Hassan al Banna menyertai tunjuk perasaan semasa revolusi 1919 menentang pemerintahan British. (Mitchell 1969, 3; Lia 1998, 26-27)

Pada tahun 1923, pada usia 16 tahun dia memasuki Dar al 'Ulum, sekolah latihan guru di Kaherah. Kehidupan di ibu negara menawarkannya aktiviti yang lebih luas berbanding di kampung dan peluang bagi bertemu dengan pelajar Islam terkemuka (kebanyakannya dengan bantuan kenalan ayahnya), tetapi dia amat terganggu dengan kesan Kebaratan yang dilihatnya disana, terutamanya peningkatan arus sekular seperti parti-parti politik, kumpulan-kumpulan sasterawan dan pertubuhan-pertubuhan sosial sekular terdorong ke arah melemahkan pengaruh Islam dan meruntuhkan nilai moral traditional. (Mitchell 1969, 2-4; Lia 1998, 28-30)

Dia turut kecewa dengan apa yang dilihatnya sebagai kegagalan sarjana Islam di Universiti al-Azhar untuk menyuarakan bangkangan mereka dengan peningkatan atheism dan pengaruh pendakwah Kristian. (Mitchell 1969, 5)

Beliau kemudian menganggotai pertubuhan Jama'atul Makram al-Akhlaq al-Islamiyyah yang giat mengadakan ceramah-ceramah Islam. Melalui pertubuhan ini, Hasan al-Banna dan rakan-rakannya menjalankan dakwah ke serata pelosok tempat, di kedai-kedai kopi dan tempat-tempat perhimpunan orang ramai.

Pada peringkat inilah beliau bertemu dan mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh Islam terkenal seperti Muhibbuddin al-Khatib, Muhammad Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain.

Di tahun akhirnya di Dar al-'Ulum, dia menulis bahawa dia bercadang menzuhudkan dirinya menjadi "penasihat dan guru" bagi golongan dewasa dan kanak-kanak, agar dapat megajar mereka "matlamat agama dan sumber kegembiraan dan keriangan dalam kehidupan". Dia mendapat ijazah pada tahun 1927 dan diberikan jawatan sebagai guru bahasa Arab di sekolah rendah kebangsaan di Isma'iliyya, bandar provincial terletak di Zon Terusan Suez. (Mitchell 1969, 6)

Al-Imam Hassan al-Banna kemudainnya menubuhkan gerakan Ikhwan Muslimin di bandar Ismailiyyah pada Mac 1928. Ketika itu beliau berusia 23 tahun.

Di Ismailiyya, sebagai tambahan kepada kelas siangnya, dia melaksanakan matlamatnya memberi kelas malam bagi keluarga anak muridnya. Dia juga berceramah di masjid, malah dikedai kopi, yang masa itu masih baru dan dipertikaikan nilai moralnya. Pada awalnya, sesetengah pandangannya berkenaan perlaksanaan Islam yang mudah mendorong kepada tentangan hebat dengan elit keagamaan tempatan, dan dia mengamalkan polisi mengelakkan kontrovesi agama. (Mitchell 1969, 7; Lia 1998, 32-35)

Dia sedih dengan tanda-tanda jelas pengawalan ketenteraan dan ekonomi di Isma'iliyya: kem ketenteraan British, kemudahan awam dimiliki oleh kepentingan luar, dan tempat tinggal mewah milik pekerja Syarikat Terusan Suez, bersebelahan dengan rumah haram pekerja Mesir. (Mitchell 1969, 7)

Setelah berkhidmat 19 tahun dalam bidang perguruan, beliau meletakkan jawatan pada tahun 1946 untuk menyusun kegiatan dakwah dengan berkesan dalam masyarakat di bandar itu. Pengalaman ahli jemaah yang dikumpulkan sekian lama menjadikan Ikhwan Muslimin sebuah gerakan yang berpengaruh.

Ternyata Hassan al-Banna adalah pemimpin yang bijak mengatur organisasi. Ikhwan Muslimin disusun dalam tiga peringkat iaitu, memperkenalkan Ikhwan dan menyebarkan dakwah asas melalui ceramah serta kegiatan kebajikan. Kemudian membentuk keperibadian anggota agar bersedia menjalani jihad seterusnya melaksanakan cita-cita perjuangan Islam dengan tegas. Ikhwan Muslimin berjaya menjadi sebuah gerakan yang menggegarkan Mesir terutama selepas perang dunia kedua apabila gerakan itu turut bertanding di dalam perebutan kuasa politik.

Pengaruh Ikhwan yang kian kuat amat dikhuatiri oleh kerajaan Mesir yang diketuai oleh al-Nukrasi Bassa dari parti al-Sa'di yang bertindak mengharamkan Ikhwan Muslimin pada 1948 atas tuduhan merancang satu pemberontakan untuk menjatuhkan kerajaan. Sungguhpun begitu Hassan al-Banna tidak ditahan dan beliau cuba sedaya upaya menyelamatkan Ikhwan. Malangnya usaha beliau belum berhasil sehinggalah ditembak pada waktu Zohor 12 Februari 1949, ketika keluar dari bangunan Ikhwan Muslimin. Beliau menghembuskan nafas terakhir di hospital dan pembunuhan beliau didakwa dirancang oleh polis rahsia kerajaan berikutan kematian perdana menteri yang dibunuh oleh seorang pelajar yang kecewa dengan pembubaran Ikhwan Muslimin.

Jenazah al-Imam Hassan Al-Banna telah dikebumikan dengan kawalan kereta-kereta kebal dan perisai. Orang ramai tidak dibenarkan menghadiri upacara pengebumiannya, yang hadir hanya keluarganya sendiri.

Sayid Jamaluddin al-Afghani

[sunting] Riwayat hidup

[sunting] Biodata

Nama sebenar Sayid Jamaluddin al-Afghani ialah Muhammad Jamaluddin al-Afghani al-Husaini. Namun, terdapat sesetengah sumber menyatakan nama sebenarnya ialah Muhammad ibn Safdar al-Husain. Dilahirkan pada tahun 1838 Masihi bersamaan dengan 1254 Hijrah, beliau dibesarkan di tempat lahirnya, iaitu di Asadabad, salah satu kawasan di Zon Kunar di Afghanistan [2][3][4]. Datuknya, Sayid Ali pernah tinggal untuk sementara waktu di Hamedan, Iran dan beliau dikenali sebagai Hamadani. Manakala ayah Sayid Jamaluddin al-Afghani, Sayid Safdar, menetap di Kabul pada 1844 Masihi bersama keluarganya. Beberapa tahun kemudian, beliau berpindah ke Hamedan, Iran, disebabkan tekanan politik yang diletakkan ke atasnya oleh Raja Afghanistan. Walau bagaimanapun, menurut sumber dari beberapa warganegara Iran, beliau dilahirkan di As’adabad di Zon Hamedan, Iran.

Sayid Jamaluddin al-Afghani mempunyai pertalian darah dengan seorang periwayat hadis yang terkenal, Imam at-Tarmizi dan seterusnya kepada Saidina Ali bin Abi Talib.

Sayid Jamaluddin al-Afghani adalah seorang yang suka mengembara. Beliau telah mengembara ke beberapa tempat seperti Najaf, India, Makkah, Tehran dan Khurasan.

Beliau meninggal dunia pada tahun 1897 Masihi bersamaan 1314 Hijrah ketika berusia 60 tahun dan beliau dikebumikan di Istanbul. Pada lewat tahun 1944, jenazah Sayid Jamaluddin al-Afghani dibawa ke Afghanistan atas permintaan kerajaan Afghanistan. Jenazahnya dikebumikan di Kabul di dalam Universiti Kabul. Sebuah mousoleum telah dirikan untuknya.

[sunting] Pendidikan

Pada peringkat awal, Sayid Jamaluddin al-Afghani mendapat pendidikan daripada orang tuanya dalam bidang ilmu agama dan bahasa Arab. Beliau mempelajari asas-asas bahasa Arab seperti nahu dan sastera ketika itu. Selepas itu, beliau mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti ilmu tauhid, fikah, usul fikah, tafsir, hadis dan lain-lain.

Sayid Jamaluddin telah menghafaz al-Quran ketika beliau berusia 12 tahun. Beliau mendalami beberapa disiplin ilmu seperti hadis, falsafah, mantik, usuluddin, perubatan, dan ilmu kalam ketika berada di Najaf. Ketika Sayid Jamaluddin al-Afghani merantau ke India, beliau telah mempelajari ilmu-ilmu moden seperti sains dan matematik.

Dalam pada itu, Sayid Jamaluddin al-Afghani juga mula berkarya. Karya Sayid Jamaluddin al-Afghani yang pertama berjudul Keterangan Lengkap tentang Sejarah Afghanistan.

Semasa menetap di Mesir, beliau telah bertemu dengan ramai penuntut Universiti al-Azhar yang datang menimba ilmu dan pengalaman daripadanya, termasuklah Syeikh Muhammad Abduh. Hasil pertemuan tersebut telah menyemarakkan gerakan pemikiran Jamaluddin di Mesir. Gerakan ini dikenali sebagai Gerakan Islah.

[sunting] Ketokohan dan keperibadian

Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang pelopor kebangkitan orang-orang Islam di beberapa tempat seperti di Tehran, Moscow dan lain-lain. Beliau berjaya meniupkan semangat perjuangan dan menyedarkan orang-orang Islam supaya menentang penjajah demi kemajuan diri, masyarakat, agama dan negara. Pidatonya yang bernas dan bersemangat dapat menyuntik semangat umat Islam. Beliau cuba mengembalikan keyakinan umat Islam di India terhadap kemampuan mereka menentang penjajah. Antara teks pidato beliau ialah:

Seandainya jumlah kamu yang beratus-ratus juta ini, ditakdirkan menjadi lalat dan nyamuk sekalipun, nescaya kamu akan dapat memekakkan telinga-telinga orang Inggeris dengan suara kamu. Seandainya kamu ditakdirkan menjadi labi-labi atau penyu sekalipun, lalu kamu berenang ke tanah Inggeris, bilangan kamu yang seramai ini akan dapat mengepung dan menenggelamkan tanah Inggeris. Kamu akan pulang ke India dalam keadaan selamat.

Sayid Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang tokoh ilmuwan dan pemikir Islam yang terkenal pada kurun ke-19 Masihi. Beliau begitu kreatif dalam menghasilkan karya-karya yang bermutu.

Beliau juga adalah seorang ahli politik yang aktif berjuang menentang penjajah.

Antara keperibadian-keperibadian yang beliau miliki ialah:

  • Mencintai ilmu pengetahuan;
  • Mempunyai akal fikiran yang cerdas, tajam, dan berpandangan jauh;
  • Memiliki semangat jihad yang tinggi;
  • Berusaha mencorakkan pemikiran masyarakat Islam kepada kemajuan dan bebas daripada penjajah;
  • Mempunyai kewibawaan dan kebolehan sebagai seorang pemimpin;
  • Petah berpidato dalam meniupkan semangat perjuangan dalam kalangan masyarakat Islam;
  • Bergiat dalam arena penulisan dengan menyalurkan idea-idea untuk menyedarkan rakyat ke arah kemajuan *dan pembangunan;
  • Tidak jemu menjelajah ke merata tempat untuk mencari ilmu pengetahuan di samping berdakwah untuk membetulkan kefahaman ajaran Islam yang sebenarnya.

[sunting] Sumbangan dan kesan peninggalan

Pada tahun 1857 Masihi, Sayid Jamaluddin al-Afghani menghabiskan masa setahun di Delhi. Setelah mengerjakan haji di Makkah, beliau kembali ke Afghanistan pada tahun 1858 Masihi. Beliau menjadi seorang kaunselor Raja Dost Mohammad Khan dan selepas itu Mohammad Azam.

Pada tahun 1962 Masihi, Sayid Jamaluddin al-Afghani telah meniupkan semangat perjuangan kepada rakyat supaya menentang penjajah Inggeris di Afghanistan. Semangat perjuangan disebarkan melalui tulisan, syarahan dan perbincangan. Segala hasil tulisannya yang bernas dan tajam telah membangkitkan semangat masyarakat Islam untuk menentang penjajah. Pada tahun 1869, takhta di Kabul diisi oleh Sher Ali Khan dan Sayid Jamaluddin al-Afghani diarah untuk meninggalkan negara tersebut.

Pada tahun 1871, Sayid Jamaluddin al-Afghani berpindah ke Mesir dan mula menyebarkan ideanya mengenai pembentukan semula bidang politik. Idea-idea beliau dikategorikan sebagai radikal, dan beliau telah dibuang negari pada tahun 1879. Semasa beliau berada di Mesir, beliau telah bekerjasama dengan Syeikh Muhammad Abduh melalui Gerakan Islah untuk mengubah pemikiran orang-orang Islam ke arah zaman kemajuan. Selepas Sayid Jamaluddin al-Afghani dibuang negari, beliau merantau ke beberapa tempat di Eropah dan di luar Eropah seperti Istanbul, London, Paris, Moscow, St. Petersburg dan Munich.

Kemudian, pada tahun 1884, Sayid Jamaluddin al-Afghani mula menerbitkan sebuah majalah Arab berjudul al-Urwah al-Wuthqa. Menerusi majalah ini, Sayid Jamaluddin al-Afghani menyeru umat Islam agar kembali kepada ajaran sebenar Islam, dan bersatu pad. Menurut beliau, hal ini membolehkan komuniti Islam mendapat kembali kekuatan lama mereka mengatasi kuasa Eropah.

Beberapa kesan peninggalan Sayid Jamaluddin al-Afghani terhadap masyarakat Islam ialah:

  • Menyedarkan umat Islam mengenai kewajipan mereka terhadap agama dan melaksanakan syariat Allah s.w.t.;
  • Menaikkan semangat perjuangan revolusi menentang penjajahan yang akhirnya merebak ke Sudan, Iran, Turki dan sebagainya;
  • Memperbetulkan penyelewengan terhadap al-Quran dan al-Hadis.

Beliau telah menghasilkan beberapa karya untuk bacaan generasi selepasnya, antaranya:

  • al-A'mal al-Kamilah
  • ar-Raddu 'ala ad-Dahriyyin
  • Tutimmah al-Bayaan fi Tarikh Afghan
  • al-Khatirat
  • at-Tukayyufat 'ala Syarh ad-Dawani lil-Uqatir al-'Adhuidiyah

Beliau juga mengasaskan beberapa akhbar seperti al-'Urwah al-Wuthqa, Misr, at-Tijarah dan al-Khafiqin.

[sunting] Idea Islah

[sunting] Bentuk Islah

Islah (Bahasa Arab: إصلاح) berasal dari kata kerja Aslaha (Bahasa Arab: أصلح) yang bermaksud pembaikan. Islah bermaksud pembaikan atau perubahan terancang ke arah yang lebih baik.

Bentuk-bentuk Islah yang dibawa oleh Sayyid Jamaluddin al-Afghani ialah:

  1. Idea Islah berupa usaha untuk mengembalikan kecemerlangan umat Islam sebagaimana zaman Khulafa al-Rasyidin
  2. Membina perpaduan tanpa mengira bangsa dan budaya melalui gagasan beliau iaitu al-Jamiah Al-Islamiah.
  3. Mengkritik taklid Al-A’ma (Bahasa Arab: تقليد الأعمى yang bermaksud mengikut sesuatu secara membabi buta) tanpa berlandaskan al-Quran dan al-Sunnah.
  4. Menyeru umat Islam agar kembali kepada ajaran Islam yang tulen serta sesuai dilaksanakan sepanjang masa dan tempat.
  5. Menyedarkan umat Islam tentang keburukan fanatik kepada sesuatu mazhab yang membawa kepada pepecahan umat Islam sendiri.
  6. Berpendapat agar umat Islam menumpukan perhatian kepada usaha-usaha memerdekakan tanah air dan pemikiran mereka dari penjajah.

[sunting] Kesan

  1. Idea beliau disambung oleh Syeikh Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Redha.
  2. Gerakan Islah dari Asia Barat lebih besar dari gerakan Islah dari India yang dibawa oleh Syah Waliyyullah Al-Dahlawi
  3. Di Malaysia, gerakan islah dikembangkan oleh siswazah-siswazah dari universiti di Mesir dan Mekah seperti Universiti al-Azhar. Antara yang terlibat ialah Syeikh Tahir Jalaluddin, Sayyid Sheikh Al-Hadi, dan Syeikh Abu Bakar Al-Asy’ari (Lihat Gerakan Islah Mencetuskan Kesedaran Kebangsaan di Tanah Melayu di bawah)
  4. Gerakan Islah mendorong umat Islam mengkaji fahaman dan amalan masyarakat serta membetulkannya menurut tafsiran al-Quran dan Sunnah.
  5. Mengembalikan keyakinan umat Islam tentang kemuliaan dan kekuatan yang ada dalam mereka untuk mengusir penjajah dari tanah air mereka.

[sunting] Gerakan Islah mencetuskan kesedaran kebangsaan di Tanah Melayu

Pencetusan gerakan Islah oleh Sayid Jamaluddin al-Afghani dan Syeikh Muhammad Abduh pada 1882 telah mempengaruhi kebangkitan semangat kebangsaan di Tanah Melayu. Golongan pelajar di Tanah Melayu yang mendapat pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Mesir telah membangkitkan semangat kebangsaan. Mereka yang menuntut di Universiti al-Azhar telah terpengaruh dengan idea pemulihan Islam yang dibawa oleh Sayid Jamaluddin al-Afghani dan Syeikh Muhammad Abduh. Sekembalinya mereka ke tanah air, mereka telah memulakan Gerakan Islah di Tanah Melayu. Golongan ini dikenali sebagai Kaum Muda.

Antara pelopor Gerakan Islah di Tanah Melayu ialah:

[sunting] Rujukan

  1. Britannica Encyclopædia, Online Edition 2007 - pautan
  2. From Reform to Revolution, Louay Safi, Intellectual Discourse 1995, Vol. 3, No. 1, pautan
  3. Historia, Le vent de la révolte souffle au Caire, Baudouin Eschapasse, pautan
  4. Jameel Ahmad, Studying Islam Website, pautan

Aspek Keselamatan di MalaysiaTerjamin?

Keselamatan, keamanan dan keharmonian hidup adalah menjadi idaman warga manusia di dunia tanpa mengira asal usul keturunan, derajat kedudukan, pangkat, umur, jantina, kerana ia adalah sesuatu yang dianugerahkan Allah kepada semua termasuk hamba-hambanya yang bukan Islam.

Sesungguhnya Allah tidak membiarkan manusia hidup dalam keadaan tertekan, dihimpit dengan pelbagai masalah, justeru Dia mengutus para Rasul ke dunia ini adalah untuk membawa manusia sejagat menikmati keselamatan dan keamanan dengan Islam, kerana Islam membawa maksud keselamatan.

Begitu juga ketegasan baginda Rasulullah s.a.w ketika mengutus para utusan ke beberapa buah negara pada awal siri dakwah Islam terhadap Raja Mesir, Kaisar, Raja Parsi dan lain-lain dengan kata-kata: Aslim taslam � iaitu apabila kamu masuk Islam pasti selamat.

Sehubungan itu, Allah ada menegaskan menerusi ayat 96-99 surah al-�Araf yang bermaksud: "Dan (Tuhan berfirman lagi): sekiranya penduduk (sesebuah) negeri itu, beriman serta bertaqwa, tentulah Kami akan membuka kepada mereka (pintu pengurniaan) yang melimpah-limpah berkatnya, dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (Rasul kami), lalu Kami timpakan mereka dengan azab siksa disebabkan apa yang mereka telah usahakan.(96)

"Patutkah penduduk negeri negeri itu (bersedap hati) serta merasa aman daripada kedatangan azab Kami kepada mereka pada malam hari, semasa mereka sedang tidur? (97)

"Atau patutkah penduduk negeri negeri itu (bersedap hati) serta merasa aman daripada kedatangan azab Kami kepada mereka pada siang hari, semasa mereka sedang leka bermain-main? (98)

"Patutkah mereka (bersukaria) sehingga mereka merasa aman akan rancangan buruk (balasan azab) yang diatur oleh Allah? Kerana sebenarnya tidak ada yang merasa aman dari rancangan buruk (balasan azab) yang diatur oleh Allah itu melainkan orang-orang yang rugi."(99)

Ayat di atas cukup jelas menunjukkan bahawa Allah boleh mendatangkan apa sahaja masalah kepada manusia hingga hilangnya rasa aman dalam diri, sama ada sedang tidur di waktu malam, atau sedang mengurus program hidup di waktu siang hari.

Namun bagi orang yang sentiasa berhubung dengan-Nya sepanjang masa dengan melakukan solat serta amal-amal solih, pasti mampu mengecapi keamanan dan keselamatan, tetapi sebaliknya apabila manusia meninggalkan suruhan-Nya, pasti akan menanggung akibat daripada keengganannya untuk berbuat demikian.

Fenomena jenayah kikis rasa selamat di kalangan rakyat

Sejak akhir-akhir ini, kecenderung sesetengah pihak untuk terlibat melakukan jenayah amat membimbangkan banyak pihak, kerana ia menyebabkan ketidaktenangan di kalangan manusia yang sentiasa mahukan hidup mereka dibayangi dengan keselamatan dan keamanan mutlak.

Isu penculikan di kalangan budak perempuan semakin menjadi-jadi, ia digemparkan dengan kehilangan adik Nurin Jazlin pada 2007 yang akhirnya disahkan mati, diikuti dengan kehilangan adik Syarlinie Mohd Nashar pada Januari 2008 yang masih menjadi tanda tanya banyak pihak yang masih belum dirungkai.

Kejadian kehilangan seumpama itu tidak terhenti setakat kehilangan kedua-dua adik berkenaan, akan muncul selepas ini beberapa kejadian lain yang kesemuanya memperlihatkan kegagalan pihak berkuasa untuk membendung jenayah yang menyebabkan orang ramai semakin gusar tidak keharuan.

Pemilik-pemilik restoran seperti dilaporkan akhbar arus perdana mati ditetak di hadapan premis sendiri, kejadian rogol di kalangan murid dan pelajar sekolah rendah dan menengah berlaku pada tahap yang amat membimbangkan golongan para ibu bapa, khususnya anak-anak perempuan mereka yang akan duduk dalam peperiksaan penting seperti UPSR, PMR, SPM, STPM, STAM dan lain-lain, juga di peringkat institut pengajian tinggi.

Semua kejadian di atas menyaksikan betapa rapuhnya keselamatan dalam negara ini, ia merupakan satu nikmat yang seakan mula ditarik dari diri manusia, apabila keselamatan tidak lagi terjamin, berbagai-bagai kemungkinan akan berlaku di kalangan manusia hingga terdapat anak gadis lari daripada rumah meninggalkan kedua-dua ibu dan bapa akibat ditipu tunang yang enggan meneruskan hasrat untuk berumahtangga.

Jika tahap keselamatan tidak lagi menjadi agenda penting dalam kehidupan bermasyarakat, apakah kedudukan golongan wanita dalam negara ini akan selamat jika mereka pulang bekerja di waktu malam dengan menaiki kenderaan keseorangan, mungkin juga ketika menaiki lif terdedah kepada bahaya menjadi mangsa rogol, ragut dan sebagainya?.

Apabila keselamatan hilang daripada realiti kehidupan manusia, ia menandakan bahawa Allah s.w.t mula menampakkan kemarahan-Nya dan sedikit demi sedikit menghukum manusia atas perbuatan dan tindakan mereka yang menyalahi ketentuan-Nya.

Firman Allah dalam ayat 41 surah ar-Rum yang bermaksud: "Telah timbul berbagai-bagai kerosakan dan bala bencana di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleh tangan-tangan manusia; (timbulnya yang demikian) kerana Allah hendak merasakan kepada mereka sebahagian dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka telah lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)."

Walau bagaimanapun jika manusia akur terhadap kesalahan yang pernah mereka lakukan di dunia ini, maka Allah s.w.t akan menukarkan rasa takut, rasa tidak selamat dan aman yang menjadi trauma kepada satu suasana yang menceria dan membahagiakan mereka, dengan syarat manusia mesti beriman, bertakwa dan beramal solih kepada-Nya.

Firman Allah menerusi ayat 55 surah an-Nur maksudnya: "Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal solih dari kalangan kamu (Wahai umat Muhammad), bahawa Dia akan menjadikan mereka khalifah-khalifah yang memegang kuasa pemerintahan di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah-khalifah yang berkuasa; dan Dia akan menguat dan mengembangkan agama mereka (Islam) yang telah diredhaiNya untuk mereka; dan Dia juga akan menggantikan bagi mereka keamanan/keselamatan setelah mereka mengalami ketakutan (dari ancaman musuh). Mereka terus beribadat kepadaKu dengan tidak mempersekutukan sesuatu yang lain dengan-Ku. Dan (ingatlah) sesiapa yang kufur ingkar sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang derhaka."

Kenaikan harga minyak dan barangan juga dikenal pasti melonjakkan lagi rasa tidak tenang dan selamat di kalangan rakyat yang sering dihimpit dan menanggung beban kedangkalan pihak berkuasa yang tidak mengurus tadbir negara berasaskan elemen al-Quran dan sunnah baginda Rasulullah s.a.w yang akhirnya menjadi golongan merempat di negara sendiri.

Kisah Akhirat, Syurga, Shangri-La dan Manusia

Di dalam syurga, ada sebuah taman. Menurut Perjanjian Lama dan Baru, taman itu dinamakan Taman Eden. Dalam bahasa Arab (bahasa al-Qur'an), hal itu mungkin juga Jannatu Adnin. Nama-nama ini semuanya ada kemungkinan.

Tapi, hakikat bahawa syurga wujud tidak boleh dinafikan lagi sebab hal itu disebut dalam al-Qur'an. Saya terfikir hal ini selepas menonton The Mummy yang mengisahkan seorang maharaja China yang dibangkitkan daripada kematiannya.

Dalam usaha memulihkan kuasa yang hilang, maharaja mencari sebuah kolam kehidupan abadi. Tak salah saya, kolam itu wujud di Shangri-La. Hal ini mengingatkan saya kepada novel bertajuk Lost Horizon yang diterbitkan pada 1933. Penulisnya, James Hilton.

Pengarangnya menuliskan hal ini apabila melawat India , China dan Tibet , iaitu kawasan-kawasan jajahan Empayar British sebelum kejatuhan empayar tersebut.

"� he felt an extraordinary sense of physical and mental settlement. It was perfectly true; he just rather liked being at Shangri-La."

Oleh itu, di dalam filem The Mummy, ketika maharaja cuba memulihkan kuasa, baginda mungkin sekali pergi ke Tibet, sebuah wilayah mistik yang terletak di China. Shangri-La mungkin terletak di wilayah tersebut.

Lost Horizon adalah suatu kawasan yang hilang. Ia mungkin wujud, tapi dihilangkan dari pandangan manusia. Shangri-La mungkin terletak pada zon berkenaan. Di Tibet juga, ada sejenis makhluk 'Bigfoot' yang dipanggil Yeti oleh penduduk tempatan.

Dalam filem Mummy juga ditunjukkan Yeti ada bahasa tersendiri. Dalam pengembaraan itu, sekelompok penjelajah telah menemui Yeti di tempat berhampiran Shangri-La. Kalau Yeti ada bahasa sendiri, ertinya dia makhluk berakal. Sebabnya, bahasa adalah alat untuk akal bekerja. Ini bermaksud, Yeti atau Bigfoot di Tibet itu makhluk yang sangat berlainan daripada haiwan-haiwan biasa di dunia ini.

Tak dapat dipastikan adakah Shangri-La ini seperti satu binaan yang sama dengan Taman Eden yang disebut dalam Bible itu. Shangri-La adalah sebuah tempat yang amat ind ah. Ia dihiasi pokok-pokok, gunung-ganang dan sungai yang mengalir di lembahnya.

Perhatikan juga bahawa kerap disebutkan Tuhan mengenai syurga adnin yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, jannatu adnin tajri min tahtihal anhaar �

Manusia semuanya berasal daripada Adam
Ada riwayat menyebut nabi-nabi dan rasul-rasul berjumlah ratusan ribu. Ada juga riwayat yang menyebutkan jumlah adalah 313 saja. Secara peribadi angka 313 itu yang saya pilih. Ini kerana, angka itu menyamai jumlah tentera Badar, perang pertama dalam Islam.

Manusia semuanya berasal daripada Ada m tanpa terkecuali. Maknanya jalan kisah agama manusia-manusia akan tetap ada persamaan. Daripada 313 nabi-nabi dan rasul-rasul, kita dapat meneliti watak-watak cerita memang ada persamaan.

Nabi-nabi dan rasul-rasul yang kita wajib beriman dengannya hanya 25 oran g saja. Mana hilangnya 288 oran g rasul lagi? Mereka mungkin wujud dalam catatan kitab-kitab agama besar di dunia. Pada setiap bangsa yang sudah ternama, tentulah diletakkan nabi dan rasul untuk memimpin bangsa tersebut.

Ada pun bani-bani yang paling banyak menerima nabi- nabi ialah Bani Israel. Apabila ada ramai nabi-nabi dalam Bani Israel, jadi sudah tentu banyak kisah-kisah Bani Israel dalam al-Qur'an yang mengisahkan keengkaran mereka menerima seruan nabi-nabi itu.

Maka, persamaan yang wujud antara agama-agama ini bukanlah peniruan. Tidak bolehlah disebutkan Islam meniru ajaran Nasrani dan Yahudi cuma kerana wujudnya persamaan di antara ketiga-tiga agama tersebut. Hakikat yang berlaku ialah, ketiga-tiga agama itu telah dibawa oleh nabi-nabi yang menerima petunjuk dari sumber yang sama, iaitu Tuhan.

Apabila kita merenung dalam-dalam kisah-kisah hikayat dan riwayat bukan Islam, terasa ada persamaan. Misalnya, apakah ada haiwan-haiwan seperti Yeti, Bigfoot, Buraq yang dinaiki Nabi Muhammad s.a.w dalam peristiwa Isra' Mikraj, burung Aba bil yang datang melemparkan batu api dari neraka sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan lain-lain.

Haiwan-haiwan dari alam-alam lain ini boleh juga kita katakan berada di alam tinggi. Di dalam Hikayat Merong Mahawangsa juga dikisahkan mengenai burung garuda yang telah dihalau keluar dari dunia ini. Mungkinkah, ia dihalau keluar ke alam lain?

Pada setiap zaman, barangkali ada makhluk-makhluk tertentu yang ditentukan oleh Allah tentang giliran mereka masuk ke dunia ini. Aba bil misalnya dibebaskan untuk memasuki ruang dunia untuk seketika sebelum kelahiran Rasulullah s.a.w.

Buraq adalah haiwan yang dibebaskan ke dunia seperti kuda yang jadi tunggangan tatkala Nabi Muhammad mula-mula mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Mekah.

Pada zaman dulu, di Alam Melayu, (atau mungkin pada ketika Melayu belum lagi digelar Melayu), telah wujud nabi-nabi yang tak disebut dalam al-Qur'an di mana haiwan-haiwan seperti duyung, naga telah pun wujud dan kemudiannya terhijab daripada manusia.

Buraq ' bern asib baik' sebab kewujudannya terkait dengan Rasulullah s.a.w dan ia tidaklah boleh dikatakan sebagai dongeng. Demikian juga burung Ababil yang membawa bara api ke atas gajah Abrahah. Burung ini bukan dongeng kerana ia disebut dalam al-Qur'an.

Apakah misi Bigfoot?
Pada zaman ini, setelah berlalunya tempoh haiwan-haiwan ajaib pada zaman dulu keluar dengan bebasnya ke alam kita, maka timbul pula cerita Bigfoot dan Yeti. Soalan sekarang ini, dari belahan alam mana pula haiwan itu tiba? Jika ia datang apakah misinya?

Kita sedia maklum tujuan kedatangan pasukan burung Aba bil ialah memusnahkan tentera bergajah Abrahah. Kedatangan Buraq pula adalah bertujuan membawa Nabi Muhammad s.a.w ke langit tertinggi untuk menerima arahan mengenai solat fardhu.

Ringkasnya, segala haiwan ini dikeluarkan dan dimasukkan ke alam manusia dengan satu tujuan, tugas dan amanah tertentu. Atau, mereka dimasukkan untuk membinasakan pihak tertentu? Hikayat Merong Mahawangsa contohnya, meriwayatkan ceritera burung garuda yang mahu memisahkan perkahwinan antara Puteri Cina dan Putera Rom.

Haiwan dan tumbuhan akhir zaman
Di dalam sebuah hadis akhir zaman turut disebutkan mengenai kewujudan haiwan melata di bumi yang mana kepanjangan adalah antara Timur dan Barat. Ulama kita menafsirkan banyak tafsiran. Ia mungkin blok-blok negara komunis dan kapitalis atau apa saja.

Sebuah hadis akhir zaman turut menyebutkan bahawa Muslimin akan memerangi Yahudi ( Israel ) dan semua batu-batu akan berbicara jika ada oran g Yahudi bersembunyi belakang mereka. Kecuali pokok Gharqad, kerana pohon itu adalah pokok Yahudi.

Nam un, hakikat sebenarnya tiada siapa pun yang mengetahui. Bagaimanapun, kita semua perlu bersedia berdepan segala kemungkinan itu. Tidaklah bersalah untuk kita melakukan tafsiran demi tafsiran ke atas sejumlah nas hadis dan ayat al-Qur'an. Bukankah ayat-ayat itu diturunkan supaya manusia memikirkannya dan menafsirkannya?

Sifat-sifat alam mestilah ada tumbuh-tumbuhan, haiwan. Ciri-ciri ini mestilah wujud bagi melengkapkan alam tersebut. Dalam bahasa saintifik, haiwan dan tumbuhan ini dipanggil flora dan fauna. Maka, tentu ada flora dan fauna di dalam syurga dan neraka juga.

Demikian antara hal yang selalu menjadi bahan fikiran saya secara peribadi. Apabila kita memikirkan semua ini, terasa kekerdilan diri dan yang terzahir adalah kebesaranNya.

Menilai Semula "Dunia Islam"

Bagi gerakan Islam, mudah untuk dibahagikan dunia kepada dunia Islam dan Barat, dengan mentakrifkan agama sebagai identiti utama kedua-dua dunia itu. Di media gerakan Islam dan juga media arus perdana yang pembaca utamanya Muslim, sering wujud bahagian yang dikhususkan untuk dunia Islam tersebut.

Malangnya, dunia Islam seperti yang dibahagikan itu sering kali simplistik, dengan hanya mengambil Asia Barat, atau dunia Arab sebagai dunia Islam. Kategori ini juga biasanya sangat bersifat state-centric, iaitu hanya mengambil kira "negara-negara Islam."

Dan fokus yang diberikan juga sering pada "gerakan Islam" atau parti politik Islam, yang dilihat mewakili perjuangan atau sentimen umat. Hal ini dapat dilihat di hampir semua media Muslim seluruh dunia.

Seiring dengan ini, perkembangan dunia lain sering diabaikan. Ini termasuklah hal berhubung Amerika (termasuk Amerika Syarikat, Kanada, Mexico dan negara Amerika Latin), Asia (terutama Asia Timur dan Pasifik) dan Eropah.

Berita-berita dari kawasan tersebut sering hanya melibatkan isu-isu terpilih, seperti penindasan atau penafian hak terhadap Muslim.

Satu kesilapan dalam menumpukan berita dunia Islam kepada Asia Barat atau dunia Arab ialah dunia Arab hanyalah sekitar 20 peratus penduduk Muslim dunia, dan banyak perkembangan yang jauh lebih penting berlaku di luar dunia Arab atau Asia Barat.

Perkembangan yang melibatkan susunan semula politik dan pakatan baru kini berlaku di Asia Tengah dan Kaukasus, melibatkan negara seperti Kazakhstan, Turkmenistan, dan Azerbaijan.

Muslim di Eropah dan Amerika ialah satu bahagian penting Islam di dunia hari ini, dan dijangka bakal memberi kesan besar pada masa akan datang, terutama di Eropah. Muslim kini semakin ramai di Eropah, bukan sahaja di negara-negara seperti Britain dan Jerman, tetapi juga Sweden dan Denmark, yang sebelum ini sangat jauh dari perhatian dunia Muslim.

Bagaimanapun, media Muslim perlu mengubah bentuk pemberitaan dan fokus dengan tidak hanya memberi tumpuan kepada apa yang dianggap sebagai dunia Islam, tetapi melihat semua perkembangan dunia, kerana kesan perkembangan tersebut bukan hanya akan terkesan kepada negara atau rantau terbabit sahaja.

Perkembangan politik melibatkan Eropah, AS, Rusia, India, China dan Australia antaranya, bakal memberi kesan kepada dunia Islam.

Dunia memang mudah dibahagikan menurut pembahagian-pembahagian tertentu, yang kadang-kala simplistik, seperti "dunia Islam" dan "dunia Barat," atau berdasarkan "tamadun" seperti yang dilakukan Samuel Huntington dalam karya terkenalnya pada 1993, The Clash of Civilizations?

Israel sebagai contoh, sebelum penubuhannya pada 1948, sebahagian besarnya hanya melibatkan Eropah dan AS. Perkembangan itu, usaha ke arah penubuhan Israel, bermula di dunia Barat.

Dunia Islam tidak terasing daripada perkembangan-perkembangan dunia. Persaingan kuasa besar AS dengan Rusia semasa Perang Dingin juga berlaku di negara-negara Muslim seperti Mesir dan Indonesia.

Perkembangan ekonomi dunia hari ini juga jarang diberi perhatian oleh media Muslim. Isu-isu melibatkan ketidakadilan kesan daripada perkembangan ekonomi yang tidak seimbang hampir dimonopoli sepenuhnya oleh media berhaluan kiri.

Media Muslim perlu mengubah pandangan mengenai dunia Islam, dengan tidak memberi fokus secara simplistik, dan meluaskan perhatian kepada perkembangan lebih luas ke seluruh dunia.